Bookmark and Share
Subscribe

Tegangan Standar


Kelistrikan di Indonesia menggunakan sistem arus bolak-balik (AC = Alternating Current) dengan frekuensi 50 Hz. Dari pembangkit, listrik didistribusikan melalui jaringan tegangan tinggi dan tegangan menengah hingga sampai di rumah kita dengan kategori tegangan rendah. Untuk memahaminya secara praktis, sebut saja tegangan listrik merupakan beda potensial antara dua titik terminal pada suatu rangkaian listrik.

Nilai tegangan listrik untuk konsumen telah mengalami perubahan. Hal ini telah dinyatakan di dalam Standar Perusahaan Listrik Negara (SPLN 1: 1995 - Tegangan-tegangan Standar) yang menyebutkan bahwa tegangan nominal terminal APP (Alat Pembatas dan Pengukur) sebesar 220 V/380 V diubah sesingkat mungkin sampai dengan tahun 2003 menjadi 230 V/400 V dengan variasi tegangan -10% sampai dengan +5%.

Instalasi listrik dengan sistem tiga fasa memiliki nilai tegangan 400 V antara fasanya dan 230 V antara fasa dengan netralnya. Instalasi listrik dengan sistem tiga fasa umum dipakai pada pabrik, hotel, kantor dan lain sebagainya yang membutuhkan suplai daya listrik yang besar. Sedangkan pada sistem instalasi listrik satu fasa lebih banyak diterapkan pada rumah penduduk dengan kategori beban penerangan dan peralatan listrik rumah tangga dengan tegangan
nominal sebesar 230 V antara fasa dengan netralnya.

Tegangan listrik di rumah kita yang dulunya sebesar 110 V berangsur-angsur dihapuskan dan tegangan 220 V mulai tahun 2004 sudah menjadi 230 V. Begitu pula dengan pabrik yang dulunya diterapkan tegangan 380 V sekarang menjadi 400 V. Kemudian variasi tegangan yang dimaksud adalah bahwa standar tegangan dianggap normal bila nilai terendahnya minimal 10% dan nilai tertingginya maksimal 5% dari nilai nominalnya.

Misalnya, untuk sistem kelistrikan dengan tegangan 230 V akan dianggap normal bila:
230 V – (230 V x 10 %) ≤ tegangan standar ≤ 230 V + (230 V x 5 %)
                        207 V ≤ tegangan standar ≤ 241,5 V

Perhitungan di atas cukup menerangkan bahwa nilai tegangan antara 207 V sampai dengan 241,5 V adalah nilai tegangan yang dianggap normal. Oleh karena itu, dalam menggunakan semua peralatan listrik maupun elektronik, kita harus memperhatikan nilai tegangan kerja peratalan tersebut. Misalnya terdapat suatu alat elektronik dengan tegangan kerja sebesar 200 V sampai 240 V. Hal ini berarti bahwa peralatan tersebut dapat diterapkan tegangan listrik sebesar 200 V sampai 240 V saja. Di luar nilai tersebut, tentunya akan merugikan atau membahayakan peralatan itu sendiri maupun penggunanya.

Dengan demikian, selain faktor kontinuitas, nilai tegangan yang normal juga perlu mendapat perhatian dalam menentukan kualitas energi listrik yang kita pakai.

No comments:


Related Websites